Salah satu “rumah” yang paling sering dihinggapi dan malah paling sering terlupakan bahwa dia pun sebuah rumah, adalah Pikiran. Bagiku, tahun 2019 adalah salah satu titik balik, yang menyingkap banyak hal “baru” yang selama ini ada, tapi seperti tidak ada turns out, beberes Rumah satu ini membutuhkan lebih dari sekedar sapu, pel atau spons cuci piring. Dari tahun yang penuh kejutan itu, aku tersadar bahwa aku harus masuk kerumah milikku itu, karena jika tidak, siapa lagi ?

———————————

Dengan tarikan nafas panjang, aku melongok lewat jendela yang penuh dengan debu juga kotoran khas rumah tua. Ada sekelumit lingkaran kecil di jendela yg biasa aku buat untuk mengintip kedalam rumah itu, ternyata lubang itu pun mulai ditumpuki debu. Aku coba usap bagian kecil itu dengan siku, ternyata ketika melongok kedalam, keadaan rumah itu tidak lebih baik dari kondisi luar rumah itu sendiri. Memberanikan diri untuk membuka pintu yang sebenarnya tidak pernah terkunci, “Klik” dengan satu putaran knop, pintu itu sudah terbuka debu berterbangan, cahaya dari balik pintu menimbulkan ray of light menerangi debu debu tebal yang menari berterbangan. Aku kembali bernafas panjang, sekarang tangan mulai berkeringat karna gugup, jantung berdegup kencang, kepala berdenyut sakit. Mata mulai melihat banyak sekali benda benda yang menyeramkan, menjijikkan, dan mengenaskan. Perasaan takut pun menguasai melihat kondisi tak layak huni dari rumah ini, dan ini baru pertama kali disadari oleh si empu rumah. Setelah sekian puluh tahun berlalu lalang, sang empu baru menyadari kondisi rumahnya ini.

Dari belasan benda-benda menyeramkan, menjijikkan dan mengenaskan, mataku tertuju pada sofa yang usang menghitam juga penuh robekan– aku ingat sang empu rumah sering tenggelam dalam angan dan keluh di sofa ini, kemudian aku lihat mahkota dengan ujung runcing, ukuran besar dan berat menyesakkan ruang tengah akibat sang empu terlalu banyak mempertimbangkan kesempurnaan tak realistis, tak disangkal juga banyak tumpukan kado yang koyak, beberapa diantaranya berbau busuk dan diselimuti ulat ulat kecil, aku ingat sang empu berusaha “membeli” kebahagiaan dan memberi kebahagiaan pada orang lain, kemudian pecahan kaca tajam beragam bentuk beberapa diantaranya terdapat darah darah kering, kaca itu bertebaran memenuhi lantai mengingatkanku ketika sang empu menerima dengan terpaksa kaca kaca itu dari orang terdekatnya.

“Ugh” aku memejamkan mata, tidak tahan menamatkan satu persatu pemandangan rumah ini. Kemudian aku mengehela nafas panjang (lagi) dan sekarang mencari alat untuk memulai pembersihan massal ini. Tidak lama suara gemuruh terdengar, suara gemeletak, suara runtuhan, juga derap langkah. Semakin lama semakin jelas keras, sepertinya mulai mendekat, aku panik, ingin segera keluar rumah ini, aku menatap pintu depan yang mengayun ayun tertiup angin kencang, rasanya ingin berlari menuju pintu itu lalu tutup pintu rapat rapat lagi, dan jika perlu dikunci

Suara suara itu semakin bersautan juga ada yang melengking memekakkan telinga, sofa, kaca, mahkota semua melayang layang. Bulu kuduk merinding badan terasa dingin, tiba tiba saja seperti badai kecil di dalam rumah, beberapa menit aku berdiri ditengah badai itu sambil melindungi kepalaku. Kepalaku semakin berdenyut kali ini menusuk sakit, kemudian tak disangka sebuah kata keluar dari mulutku. Ku tatap semua barang melayang, kondisi menyeramkan itu, “Ya aku tau kalian, aku sekarang mengenal kalian, tenanglah, satu per satu” dengan suara sedikit parau karna badan bergetar ketakutan, ternyata suara melengking mulai mereda, ayunan benda itu mulai sedikit pelan, angin tidak sekencang sebelumnya. Tumbuhlah perasaan itu, Perasaan Mampu. Kali ini, aku menatap tajam satu persatu kehadiran mereka, gerak mereka.

Sesekali mereka mencoba untuk menukik untuk membuatku gentar. Semakin mereka mengancam dengan caranya, semakin kaki ini kokoh dan tatapanku semakin tajam. “Aku tau kalian dan ini rumahku” lebih tenang lagi bicaraku. Tak lama mahkota besar melayang-layang itu perlahan mengecil, ujungnya yg runcing mulai tumpul sedikit demi sedikit, ia melayang dan memilih diam di atas lemari yang juga sudah mulai tenang. Kemudian Sofa usang itu juga mulai menutup robekannya, warna hitamnya mulai memudar, sekarang Ia menampakkan warna cantik favoritku, Toska, sofa itu bergerak ke dekat tembok yang terkena cahaya, kado kado itu mulai sobek menumpahkan isinya yang menjijikkan, merubah dirinya menjadi kotak kayu berisi hal yang aku rasa cukup untuk dimiliki, kemudian cercahan cermin memilih untuk menyatu dan membentuk cermin bulat berbingkai kayu di dinding, tepat disebelah lemari. Perlahan debu tebal yang berterbangan akibat badai tadi mulai keluar tersedot angin dari balik pintu utama yang sekarang terbuka lebar.

Melihat itu aku bergegas berlarian menuju jendela, memutar knopnya yang masih penuh karat dan mendorongnya. Aku berhasil. Rasa Mampu ini semakin besar. Satu jendela yang berada disamping pintu bisa terbuka. Lanjut ke jendela-jendela lain, termasuk pintu belakang yang terhalang kayu besar. Aku dorong kayu itu, lalu aku buka pintu belakang itu lebar lebar, dibaliknya terlihat taman bunga alami, pepohonan dan danau kecil. Cahaya yang berangsur masuk kedalam rumah itu akhirnya menerangi rumah mungil ini.

Sekarang warna tembok itu mulai jelas terlihat, putih gading, meja favorit dipojok ruangan dekat sofa itu pun sekarang terlihat, karena cahaya dari pintu depan dan pintu belakang yang terbuka. “Disini rupanya kamu,” kubuka laci meja itu, Jurnal lamaku masih ada disana, bersih dari debu. Kembali menarik nafas panjang, aku mulai mengambil buku jurnal itu, dan menulis apapun yang sempat dirasakan ketika menghadapi badai buatan dari benda benda yang seperti kesurupan. Sesekali si mahkota bergemeletak, aku hanya menyunggingkan senyum sambil terus menulis dengan penuh kesadaran. Di dalam Rumah Pikiranku yang sekarang lebih nyaman untuk ditinggali.

———————————

Tulisan diatas adalah sebuah imajinasi dari saya pribadi, untuk memberi gambaran dari kondisi Pikiran setelah menerima Stimuli yang kemudian dapat mempengaruhi Perasaan kemudian pengaruhi Tindakan manusia. Terlihat dalam foto : 15 (atau lebih) jenis sesat pikir yang umumnya dimiliki manusia. The enemies within. Pikiran pikiran tersebut menjadi Self-Defeating Attitudes, yang tanpa terasa mempengaruhi keputusan tindakan kita menjadi keputusan buruk. Banyak diantaranya adalah pikiran alam bawah sadar, dengan aware pada Sesat Pikir, maka menjadi pintu awal bagi kita untuk hidup lebih sadar, kemudian berfokus untuk membuka diri pada Perasaan Mampu (Self-Efficacy), memaafkan diri kita sendiri, sehingga pada akhirnya kita menyadari bahwa satu satunya yang dapat kita kendalikan sebelum mengendalikan tindakan kita adalah Pikiran kita sendiri.

—-
Sumber belajar :
Life Coach Growth-Mindset Basic Ebook
by Dono Baswardono
—-

Happy Kliping,
itsfielife


No Comments Yet.